kepakan sayap seekor merpati itu belum berhenti.
masih saja ia mengepakkan sayap-sayapnya diantara senja-senja yang sudah hampir redup.
mengitari senja hingga gelap.
merpati itu masih punya semangat.
bahkan terlalu bersemangat mencari alamat, dimana ia harus menghantarkan sepucuk rindu itu.
sepucuk rindu yang sudah dibawanya berkelana kemana-mana.
menyisir pantai.
menyaksikan ranting patah.
bertaruh melawan hujan.
melihat matahari terbit.
menyebrangi pelangi,
tersangkut dijerat jerat para pemburu.
ia sama sekali tak perduli.
meski sesekali ia terlelap tidur, dalam dingin dan heningnya malam.
merpati itu membawa sepucuk rindu.
milik seseorang yang sudah menanti kehadiran kertas itu.
tapi sayang, pemberi alamat itu memberi perintah kepada merpati yang salah.
merpati yang masih terlalu dini.
sehingga merpati itu masih buta arah.
ia perlu peta, dimana harus ia sampaikan sepucuk rindu itu.
merpati itu lelah.
tapi ia takut, ia takut sepucuk rindu itu tak pernah sampai.
mungkin bagi mereka yang sama-sama menunggu balasan dari sepucuk rindu itu,sepucuk rindu itu sudah berarti.
sekali lagi, merpati itu terlalu dini.
terlalu rapuh dan bahkan belum siap ketika harus memutuskan untuk berkelana kemana saja.
merpati itu mulai putus asa.
ia tak tau kemana harus pergi, menghantarkan sepucuk demi sepucuk rindu yang sudah lama bersamanya.
merpati itu mulai lelah.
sayap-sayapnya tak mampu lagi diajak mengitari samudra.
tak mampu lagi menyaksikan senja untuk yang kesekian kali.
tak mampu lagi melewati malam untuk yang keberapa kali.
hingga pada akhirnya, merpati itu mati.
tertembak peluru si pemburu.
merpati itu mati, bersama rindu yang tak pernah sampai.
bersama sepucuk rindu yang sudah menjadi kenangan, dan akan terkubur bersamanya.