***
sudah tiga tahun brendha tinggal dan dirawat oleh pasangan kayren dan dafa. ia tampak sudah terbiasa dengan keluarga barunya dan melupakan ayah kandungnya fernando yang sudah hidup bersama wanita yang menyebabkan kepergian ibu kandungnya. brendha sudah terlalu terbiasa tidak bertemu ayahnya, bahkan menaruh benci. sebab ayahnya lah yang membuatnya tidak pernah merasakan kasih sayang ibu kandungnya.
"brendha tidak ingin bertemu papah?" tanya ku pada pagi itu.
"tidak bunda, papah sudah membuat mamah pergi dihadapanku." brenda menjawab bengis pertanyaan ku pagi itu.
"bagaimanapun itu papamu nak," dafa mengelus rambutnya yang tergerai panjang.
"papah? iya, om fernando memang papahku, tapi papahlah yg menyebabkan mamah pergi ayah." brendha seperti tidak ingin membahas masalalunya yang cukup pahit.
aku dan dafa sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, padahal fernando sudah mengancam kami jika brendha tidak dikembalikan kepadanya.
hal itu bermula ketika fernando mengetahui brendha sudah keluar dari panti asuhan, ia mencari kami hingga pada saat itu..
"kayren!" lelaki bertubuh besar menghampiriku.
"siapa?" kataku yg tak mengenalnya.
"kembalikan brendha kepadaku, atau hidupmu tidak bahagia." dengan nada lantang ia mengancamku sore itu.
"kau siapa?" aku berbalik bertanya.
"aku fernando, suami vero dan ayah dari brendha." ia merapikan kerahnya.
"ayah?, ayah macam apa yang membuang anaknya dan meninggalkan demi wanita lain?" aku meninggalkan lelaki itu dan amarahnya yang masih berkecamuk.
kejadian enam bulan yang lalu sempat membuatku dan dafa pindah kota. kami tak ingin brendha terluka karena watak fernando yang begitu kejam. bahkan ia rela menyiksa anaknya sendiri. kami menggiring brenda pindah kejepang untuk setahun dan kembali lagi ke indonesia, tetapi sayang fernando selalu menemukan keberadaan kami dan dan mengancam kami akan merebut paksa brendha atau kami akan mati. tapi kami tidak pernah takut akan ancamannya, kami merasa kami berada dijalan yang benar.
hingga pada sore itu kami memutuskan untuk mempersilahkan fernando menemui anaknya, dengan catatan tidak akan memaksa brendha pulang, dan fernando menyetujuinya.
"brendha, bunda boleh tanya?" aku merapikan rambutnya yang kusut.
"tanya apa bunda?" ia memutar badannya kearahku.
"kalau papa fernando datang, brenda mau ketemu sama papa?" anak itu terdiam dan menggeleng. sebagai psikolog aku mengerti perasaannya dan tidak berusaha memaksanya mengikuti kehendakku. brendha memang punya hak untuk memilih, mungkin hatinya masih sakit melihat perlakuan papahnya dulu.
"maaf nyonya ada tamu" pembantuku memberi tahu bahwa fernando dan fera sudah berada dirumah.
"iya bi, makasi" aku membenarkan kunciran rambut brendha dan membiarkannya bermain bersama barbie kesukaanya.
"mana brendha?" tanya fernando yang hari itu terlihat lebih bersabar.
"ada dikamar, sepertinya ia tidak ingin bertemu denganmu."
"kenapa?" tanya fernando dingin.
"entahlah........"
"mungkin karena kau pernah menyakitinya" sahut dafa dari belakang.
"tapi biar bagaimanapun dia anakku." entah kenapa fernando terlihat lebih sabar, mungkin hatinya telah tersadar. "aku memang pernah mengkhianati vero, hingga ia bunuh diri tapi aku tidak pernah melupakan brendha anak kami..." air mata dari lelaki bertampang menyeramkan itu menetes.
"aku sudah tidak bisa membantumu, ini kemauan anakmu sendiri fer.." kataku.
"sekali saja, aku ingin bertemu dengannya, setelah itu aku tidak akan mengusiknya lagi..."
"dia tetap tidak mau, mungkin kau bisa kembali beberapa tahun lagi..." aku memberi saran kepada fernando.
"kapan?" tanya lelaki itu.
"ketika usianya mencapai 17 tahun, ia sudah berhak memilih, mengikutimu atau tetap tinggal bersamaku jika ia memilih pergi bersamamu, aku tak akan memaksa, tapi jika ia ingin tetap tinggal disini maka biarkan saja."
lelaki itu setuju dnegan maksudku dan ia pergi diakhiri dengan senyuman sore itu.
17 tahun kemudian........
"brendha, ini papah.." sapa lembut lelaki itu.
"papah kenapa datang? bukankah papah senang melihatku menderita setelah ditinggal mamah?"
brendha sudah dewasa, ia sudah mengerti kejadian yang menimpanya sejak kecil. "papah membiarkanku hidup 3 tahun dipanti asuhan,dan bersenang-senang dengan wanita pilihan papah, itu yg namanya sayang dan perduli pah?". fernando terdiam, bibirnya dingin.
"jadi sekarang bagaimana?" tanyanya bergetar.
"aku tidak akan ikut papah, dan tidak pernah bisa menerima wanita itu (menunjuk wanita yg duduk disamping fernando) dia sudah menyebabkan mamah pergi." brendha meninggalkan kursi dan mengunci kamar.
aku terdiam, rasanya persoalan ini terlalu rumit dan meminta fernando berkomitmen dengan janjinya. fernando pergi bersama rasa kecewa, namun brendha? ia lebih kecewa karena orang yang menghadirkanya dibumi tak dapat ia jumpai selama-lamanya.
ayah dan anak itu sudah tidak sepaham lagi, ketika luka lama membuat mereka saling membenci dan melupakan bahwa mereka satu darah, semuanya terasa menyakitkan bagi keduanya. namun aku dan dafa bisa apa? brendha berhak atas kebahagiaanya,dan kebahagiannya bukan bersama ayah kandung dan ibu tirinya. ia lebih bahagia bersama orang yang tidak ia kenal, yang merawatnya tanpa pernah memberi luka.
sekeras apapun kau memperjuangkan hakmu, ketika salah satu pihak sudah tak bisa menerimamu kau bisa apa? hanya kekecewaan yang tertelan, tersembunyi dibalik luka lama yang belum sembuh. bahkan saling melupakan.
hargai cinta tulus dari seseorang,sebelum rasa benci dan luka kembali muncul dan memisahkan kalian.